homo, video bokep, memek becek, bokep indo, bokep terabox, bokep viral, bokep simontok, bokep terbaru, bokep barat, bokep jepang no sensor, huge tits, big boobs, bokep jepang, memek cantik, movie bokep, cewek sange, xnxx,grils,very hot, vagina, gay
homo, video bokep, memek becek, bokep indo, bokep terabox, bokep viral, bokep simontok, bokep terbaru, bokep barat, bokep jepang no sensor, huge tits, big boobs, bokep jepang, memek cantik, movie bokep, cewek sange, xnxx,grils,very hot, vagina, gay
Blog Article
Sejak dulu hidupku sangat sulit. Tinggal di sebuah desa dengan banyak cibiran sangatlah tidak mudah buatku. Aku hanya lulusan SMA. Tidak banyak keahlian yang bisa kulakukan untuk membantu ibu selain bernyanyi dari panggung ke panggung. Ayah sudah meninggalkan kami sejak adik ketigaku baru saja lahir dan itu membuat ibu dan aku berusaha keras untuk tetap bisa menyambung hidup.
Ad
Berulang kali ibu berkata kalau dia sudah tidak tahan menghadapi kenyataan tapi ketika melihat aku dan tiga adikku, ia mengurungkan niat untuk pergi meninggalkan kami. Jatuh-bangun ibu menjalani hidup, memberi makan dan menyekolahkan anak-anaknya hingga saat lulus SMA aku berinisiatif untuk tidak lagi melanjutkan sekolah. Ibuku tahu sejak dulu aku gemar menyanyi dan tak jauh dari tempat tinggal kami ada Uwak Wiro yang memiliki organ tunggal.
Uwak Wiro punya banyak penyanyi dan sering sekali manggung di banyak acara sesuai permintaan. Aku berinisiatif untuk menjadi salah satu penyanyi itu, “Bu, aku ingin jadi penyanyi di tempatnya Uwak Wiro. Aku lihat mereka sering keliling dari panggung ke panggung” ucapku suatu malam pada ibu. Mulanya ia terlihat sangat cemas tapi aku terus meyakinkannya agar bisa memberikanku restu untuk bekerja “yasudah kalau kamu memaksa” ucap ibu akhirnya “tapi kamu tidabokep jepangk boleh ikut tersesat kaya mereka ya Neng, Ibu tahu bagaimana gelapnya kehidupan sebagai penyanyi” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Malam itu aku dan ibu banyak berbincang membicarakan nasib adik-adik juga nasib kami selanjutnya. Sebenarnya ibu lebih suka kalau aku bekerja di grocery store atau apa pun asalkan tidak menjadi penyanyi tapi kupikir pilihanku adalah cara tercepat untuk bisa menghasilkan uang. Uwak Wiro sudah tahu lama kalau aku bisa menyanyi bahkan sering sekali dia memuji saat aku sedang bersenandung dan kini akulah yang justru mendatanginya.
Keesokan pagi aku datang ke rumah Uwak Wiro, pria paruh baya yang tinggal di sebuah rumah besar bernuansa kayu seperti zaman dulu. Dari namanya saja sudah terdengar kalau dia berasal dari Jawa dan memang benar, Uwak menjadi pendatang saat aku berusia tiga tahun hingga saat ini. Dia sangat senang saat melihatku memasuki pelataran rumahnya yang bisa dikatakan cukup luas, “yaampun ada neng geulis, sini masuk Bude sudah masak tuh kamu sudah sarapan belum?” Sapa uwak sambil menggantung sangkar burung setelah dimandikan.
ADVERTISEMENT
“Assalamualaikum, sudah Wak tadi Ibu masak nasi ulam” ucapku saat sudah berada di depannya, aku salim dan duduk di teras rumahnya. Tak lama seorang wanita bertubuh besar mengenakan daster batik keluar dari dalam rumah dan ikut menyambutku, “yaampun Neng, tinggal deketan tapi kamu engga pernah kelihatan tahu-tahu sudah sebesar ini” ucapnya sambil mengelus rambutku. “Hehe iya Bude kan sekolah jadi sibuk belakangan ini” jawabku sambil tertawa, “iyaa..iyaaa Bude tahu, kamu ada apa ke sini pagi-pagi?” Tanyanya, “hmmm ini aku ada rencana untuk ikut nyanyi di organ tunggal Uwak, itu pun kalau diizinkan” jawabku.
Uwak dan Bude Tri saling bertukar tatap, “memang kamu tidak mau melanjutkan sekolah?” Tanya uwak, “hmm tidak Wak kasihan Ibu kalau masih harus biayai Aku” jawabku, “di luar sana kan banyak pekerjaan Neng, kamu bisa saja jadi kasir grocery store atau apa pun tapi itu bukan berarti Uwak menolak permintaan Kamu loh yaa. Ini hanya sekadar saran dan perbandingan. Menjadi penyanyi itu berat godaannya dan itu di luar tanggung jawab Uwak kalau mereka mau melayani pelanggan, mereka pun pasang tarif sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan Uwak” jelasnya.
Ad
“Semalam Ibu juga membicarakan hal yang sama tapi sebelum dapat pekerjaan itu, sambil nunggu Aku sudah ingin menghasilkan uang buat Ibu. Ya anggap saja menyalurkan hobi” sahutku, “yasudah kalau kamu bersikukuh, nanti kalau ada acara Uwak panggil ya sekarang Kamu makan dulu gih ke dalam sana. Bude lagi bikin banyak kue basah” ucap Uwak Wiro dengan sumringah. “Waaah ada acara apa emang Wak?” Tanyaku, “biasaaa ada saudara yang mau datang ke sini mungkin nanti sore sudah sampai” jawab bude.
“Ohh gitu, makan besar dong nih Bude” ledekku sambil tertawa, “ah Kamu ini, nanti datang saja ya. Kamu sudah tak anggap anak sendiri” sahutnya sambil menarik sebelah lenganku. Seharian itu aku membantunya membuat aneka kue basah dan makanan lengkap, ramai-ramai seperti akan menyambut seorang pejabat desa. Satu tampah ada lima macam kue dengan warna berbeda, sangat menggiurkan. Dapur bude selalu berhasil membuat perutku berbunyi dan sesekali ia memberiku kue yang baru saja matang, wangi kelapa, gula merah rasanya sudah bisa kukecap dalam mulutku. Manis.
ADVERTISEMENT
Prediksi bude ternyata salah, orang yang ia bilang saudara justru sudah datang saat kami masih mempersiapkan makanan dan aneka kue basah. Bude terlihat buru-buru pergi ke depan rumah dan menyambutnya lalu tak lama suara riuh mulai terdengar hingga ke dapur. Lima orang, termasuk aku, yang masih di dapur dan mendengar riuhnya teriakan mereka hanya saling melempar tatap lalu tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Maklum sudah lama tidak bertemu mungkin, jadi heboh” celetuk salah satu tetangga.
Aku hanya terkekeh sambil membungkus kue bugis ke dalam daun pisang. Berselang setengah jam tiba-tiba bude datang ke dapur dan menarikku ke luar dari sana, “sini ada yang Bude mau kenalkan” ucapnya. Aku yang tidak tahu maksud dari ucapannya hanya bisa mengikuti ke mana Bude menarik lenganku dan sesampainya di ruangan yang cukup besar, aku baru tahu kalau di sana terdapat tiga pria dan dua wanita dewasa. “Ini loh yang Aku bicarakan, dia cantikkan?” ucap Bude sambil memuji aku di depan semua orang, semua mata tertuju padaku saat itu juga dan ada satu pria di sudut ruangan hanya terpaku menatapku tanpa berkomentar. Diam-diam aku mencuri pandang ke arahnya dan seketika riuh renyah suara di ruangan itu tak terdengar di telingaku, semua hening begitu saja. Malu-malu aku menatap wajahnya yang begitu tegas namun sorot matanya begitu lembut.
Ad
“Fahmi” ucapnya ketika tanpa sadar dia sudah berdiri menghampiriku, “Ratna” sahutku sambil menyambut uluran tangannya, semua orang di sana semakin riuh melihat kami bersalaman. Itu pertama kalinya aku berkenalan dengan seorang pria dewasa, usianya berbeda hampir delapan tahun dariku dan sejak saat itu Fahmi mulai sering berkunjung ke rumah Uwak Wiro lalu menemuiku. Satu tahun berlalu dan kami resmi menjadi sepasang kekasih, semua terasa begitu indah meski terhalang jarak.
Informasi penting disajikan secara kronologis
Mas harus bekerja di Jakarta sedangkan aku tetap merintis usahaku di Sukabumi. Berulang kali ia mengajakku untuk ikut bersamanya tetapi ibu tidak mengizinkan karena tidak mau ditinggalkan sampai akhirnya aku tidak mendapatkan kabar dari mas hampir delapan bulan dan ketika datang ia justru melamarku. Satu kampong heboh mendengar berita aku mendadak dilamar oleh seorang pria, begitu juga dengan Wak Wiro dan Bude Patmi.
Ad
Kabar bahagia itu membuat ibu tak berhenti meneteskan air mata bahagia. Maklum, di kampungku adalah hal luar biasa jika anak gadis di lamar sebelum usia dua puluh tahun. Waktu pun berlalu, pernikahan kami diselenggarakan dan aku pindah ke Jakarta menemani Mas Fahmi. Jujur aku sangat terkejut saat melihat kehidupan di Ibu Kota, suamiku banyak mengajarkan hal baru baik dalam pergaulan maupun kehidupan di ranjang.
Aku begitu terkejut karena fantasi seksualnya begitu liar dan aku merasa kewalahan menuruti semua kemauannya tapi di sisi lain aku tidak punya pilihan. Sebagai seorang istri wajib hukumnya menjadi pelacur bagi suaminya, setidaknya begitulah pemahamanku. Lika-liku hidup sudah kujalani bersama Mas, mulai dari bisnisnya yang mengalami kebangkrutan hingga akhirnya ia bisa kembali berdiri dengan cara yang lain. Sekarang hampir tiga puluh lima tahun aku hidup di Jakarta dan aku bukan lagi perempuan lugu yang tidak bisa apa pun, aku juga mengembangkan bisnis di bidang kuliner meski kenyataannya usaha itu tidak lebih besar dari suamiku.
ADVERTISEMENT
Hidup lama di Jakarta membuatku bergaul dengan banyak karakter termasuk wanita yang berjiwa sosialita. Baru-baru ini aku mulai bergabung dengan sekumpulan wanita yang memainkan sebuah arisan tak biasa, mereka memperebutkan seorang pria muda untuk melampiaskan nafsu mereka. Awalnya aku hanya iseng ikut teman dan lama-lama merasa tertarik karena pria muda yang mereka tunjuk mampu menaikkan lagi gairah seksualku, meski selama ini suamiku selalu memiliki ide untuk memanaskan suasana tetapi tetap saja aku merasa tidak tertantang dan bosan.
“Oke aku ikut” ucapku saat beberapa teman menawariku untuk ikut arisan gelombang selanjutnya. Terkadang goal yang sudah ditetapkan adalah salah satu kenalan mereka atau bisa saja mereka memilih secara acak dan kebetulan pria itu mau bergabung dengan kami. Suatu ketika aku sudah jatuh hati dengan seorang pria yang ditunjuk oleh Lyra, pria muda bertubuh kekar, bertato, memiliki rahang tegas dan tatapan mata yang tajam. Aku sudah sangat menggebu-gebu dan berharap dapat memilikinya dalam semalam, harapanku terkabul begitu secarik gulungan kertas kecil keluar dari lubang gelas yang ditutup rapat oleh plastik.
ADVERTISEMENT
Aku sangat gembira membayangkan tubuh kekar itu berada tepat di atas tubuhku, mendekap hangat dan mengecup dada bidang itu berulang kali. “Jeng, kali ini aku dulu ya. Kamu kan baru masuk, aku sudah tidak tahan nih maklum aku sudah tua. Tukeran ya sama aku” pinta Rosita, seorang wanita paruh baya yang masih haus sentuhan pria. Sebenarnya dia sudah tidak bisa dikatakan paruh baya karena usianya sudah menginjak enam puluh tahun tetapi ia tetap memaksakan penampilannya agar terlihat seperti masih muda.
Aku ingin sekali menolak, melawan, dan memperjuangkan hak aku tapi aku sadar kalau pengaruhnya cukup besar di lingkungan. Ia bisa dengan mudah menyingkirkanku begitu saja, jadi kali ini aku mengalah padanya dan harus membuang jauh-jauh semua fantasiku malam itu. Ketika Rosita pergi dengan pria itu ke sebuah resort, beberapa dari kami masih berada di sebuah restoran sambil membicarakan tentang liburan ke sebuah pulau dan membawa banyak pria muda.
Ad
Pembicaraan itu terdengar menggairahkan tapi gejolak birahiku sedang berada dalam posisi puncak. Rosita sukses membuatku jengkel dan tidak berselera meneruskan pembicaraan itu lalu memilih pulang dengan dijemput oleh supirku. “Ton, tolong jemput Ibu sekarang ya” ucapku dengan seorang pria di seberang telepon, “baik Bu” sahutnya lalu sambungan itu terputus. Hanya berselang lima menit Anton mengirimkan pesan kalau dia sudah berada di depan restoran, aku bergegas pamit pada semua teman-teman dan meninggalkan acara begitu saja.
Hatiku masih jengkel dan marah tak karuan. Anton selalu menjadi sasaran dari kemarahanku tetapi dia hanya diam dan tidak menanggapi semua ocehan omong kosongku. Dari kursi belakang aku bisa melihat separuh tubuhnya yang cukup berisi, kaki panjangnya memaksa dia harus memundurkan kursi agar bisa muat masuk ke dalam celah di bawah setir. Gairahku tak kunjung menurun malah semakin menggebu-gebu saat mataku menelanjangi sebagian tubuh Anton.
Ad
Sesampainya di apartemen ada sedikit rasa kecewa karena pemandangan itu harus berhenti segera tapi aku tidak kehabisan akal. Kebetulan sekali tempat parkir kami yang biasa penuh, Anton harus memutar beberapa kali untuk menemukan tempat parkir yang kosong. “Parkir di sana aja” ucapku sambil menunjuk sebuah celah kosong yang terhalang oleh pilar besar tepat di depan kami, Anton menurut dan memarkirkan mobil di sana dan aku segera melakukan hal liar yang terlintas begitu saja di dalam benakku.
Anton memiliki kebiasaan turun dan membukakan pintu mobil untukku tetapi saat ia membuka pintu, aku malah menyuruhnya untuk duduk di sebelahku. Aku marah dan mencubit lengannya berulang kali, ocehanku tentang Rosita mulai muncul tetapi Anton hanya diam mendengarkan. Tak sekalipun ia mengaduh atau menarik lengannya karena kesakitan, aku mencurahkan segalanya dan tiba-tiba Anton menarik lenganku dan mengecup bibirku dengan penuh gairah.
Ad
Terus terang aku menyambutnya dengan gembira. Aku tidak perlu menurunkan harga diri hanya untuk sekadar meminta hal sepele seperti itu. Akhirnya suasana pun memanas dan kami melakukannya di dalam mobil, ruang yang sempit membuat gairahku semakin menggebu-gebu. Untuk pertama kalinya aku merasa puas tanpa perlu banyak mengaplikasikan drama di dalam adegan ranjang, setelah semua selesai kami bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.
Malam itu, pikiranku terus melayang pada Anton. Membayangkan tubuhnya, perlakuannya, dan caranya memuaskan gairahku. Semua terarah padanya. Anton sukses mengambil alih tubuhku, ia tidak perlu melakukan apa pun untuk membuatku bergairah dan setelah beberapa kali adegan itu terulang aku memutuskan keluar dari arisan itu lalu diam-diam menjalin hubungan dengan Anton. Dengannya aku tidak perlu bersaing dengan siapa pun dan dengan bebas meminta dia melakukannya untukku kapan pun aku mau. Aku berharap semuanya akan tetap seperti ini agar tubuh dan hatiku selalu bahagia.
Ad
Laporkan tulisan
Loading...
Loading...